Serang Banten, MercuBanten-Sebanyak 29 dari 34 Gubernur di Indonesia menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK), sesuai dengan formulasi Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
Termasuk Gubernur Banten Wahidin Halim, meskipun diserang gelombang aksi buruh, dia tetap konsisten dengan keputusannya.
Sementara 5 Gubernur lainnya disurati Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), lantaran sudah melanggar ketentuan peraturan yang sudah ditetapkan.
“Terhadap Gubernur yang menetapkan UMP tahun 2022 tidak sesuai dengan formula PP Nomor 36 Tahun 2021, Menaker telah menyurati masing-masing Gubernur dimaksud agar menyesuaikan penetapan upah minimum tahun 2022 dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan yang berlaku,” ungkap Indah Anggoro Putri Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Kemenaker, dalam keterangannya, Sabtu (1/1/2022).
Dijelaskan Indah Anggoro Putri, berdasarkan hasil monitoring Kemenaker pada 31 Desember 2021, dari 34 Provinsi yang telah menetapkan UMP tahun 2022, terdapat 29 Provinsi yang menetapkan UMP sesuai formula PP Nomor 36 Tahun 2021. Selain itu, terdapat 27 Provinsi yang memiliki UMK di 252 Kabupaten/Kota.
“Dari jumlah tersebut, sebanyak 236 UMK telah ditetapkan sesuai PP Nomor 36 Tahun 2021,”terangnya.
Dia menjelaskan PP Nomor 36 Tahun 2021 merupakan aturan turunan dari UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, yang mengamanatkan penetapan upah minimum merupakan bagian dari Program Strategis Nasional.
“Sesuai Pasal 4 PP Nomor 36 Tahun 2021, Pemerintah Daerah dalam melaksanakan kebijakan pengupahan wajib berpedoman pada kebijakan Pemerintah Pusat,” katanya.
Menanggapi hal itu, Juru Bicara (Jubir) Gubernur Banten, Ujang Giri mengatakan, sudah menjadi keharusan bagi Gubernur mematuhi aturan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah, termasuk peraturan mengenai formulasi pengupahan. Dikatakan pria yang akrab disapa Ugi ini, sudah jelas bahwa formulasi pengupahan itu diatur melalui PP Nomor 36 Tahun 2021.
“Gubernur Banten Wahidin Halim patuh dan taat pada aturan pengupahan sesuai dengan PP Nomor 36 Tahun 2021,” kata Jubir.
Diketahui bahwa Kepala Daerah dapat dijerat sanksi jika tidak menjalankan Program Strategis Nasional. Berkait pengupahan, itu merupakan bagian dari Program Strategis Nasional yang masuk dalam UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Dalam UU 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, pada Pasal 68 memang diatur sanksi untuk Kepala Daerah maupun Wakil Kepala Daerah yang tidak melaksanakan Program Strategis Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf f.
Pada Pasal 68 ayat 1, dapat dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis oleh Menteri untuk Gubernur dan/atau Wakil Gubernur serta oleh Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat untuk Bupati dan/atau Wakil Bupati atau Walikota dan/atau Wakil Walikota.
Kemudian dalam ayat 2, ketika teguran tertulis telah disampaikan 2 kali berturut-turut dan tetap tidak dilaksanakan, Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah diberhentikan sementara selama 3 bulan.(Red)